Posted in

Anggaran Obat Dinkes Muratara Laporan Tidak Wajar Hampir 8 M

Referensinews.id Neraca per 31 Desember 2018 nilai persediaan obat di Dinas Kesehatan Kabupaten Musirawas Utara (Muratara) sebesar Rp 11 milyar. Persediaan fisik stock obat–obatan yang tersimpan pada gudang obat, Rumah Sakit Umum Daerah Rupit dan Puskesmas senilai Rp.7,7 milyar tidak dapat diyakini kewajaranya, Senin (12/8/2019).

Baca : SPJ Palsu dr Herlina, Eks Dir RSUD Rupit dan Bendahara Diperiksa

Temuan 7,7 M yang tidak dapat diyakini kewajaranya ini bedasarkan LHP BPK. Temuan BPK kepada Pengurus barang, atau Petugas Obat (Apotik), diketahui Nilai saldo persedian pada Puskesmas Muara Kulam sebesar 1,8 M dan nilai saldo persediaan obat di RSUD Rupit dari 6,5 milyar tidak dapat diyakini kewajaranya.

Baca : SPJ Palsu Dan Ipal RSUD Rupit Masuk Penyidikan

Hal ini disebabkan Kepala Dinas Kesehatan Muratara ditahun 2018, kurang melakukan pengendaliaan dan pengawasan, atas pengelolaan dan penatausahaan persedian dilingkungan kerjanya.

Baca : Penyidik Intens Periksa Lismaini PPK Alkes Muratara

Kadinkes Muratara, Marlinda Sukri mengatakan dirinya belum mengetahui adanya audit LHP BPK yang ditanyakan.

Baca : Usai Diperiksa PPK IPAL RSUD Rupit Panjat Pagar

“Untuk sementara belum dapat memberikan hak jawab atas temuan tersebut karena belum melihat LHP BPK,” sampainya.

Baca : Lismaini Kembali Diperiksa Penyidik Kejari

Lanjut Marlinda, Saya sudah turun kelapangan untuk mendapatkan informasi karena banyak awak media yang mempertanyakan temuan BPK.

Baca : Kejari Periksa Rekanan IPAL dan ALKES Muratara

“Saat ini Saya sedang berada di luar daerah, pulang nanti akan mencari tahu kebenaran temuan tersebut ke Badan Keuangan Daerah (BKD),” ujarnya.

Baca  Pengadaan Alkes Muratara Bermasalah Lismaini Diperiksa Kejari

Marlinda Menambahkan, untuk temuan BPK tahun 2018, itu masanya dr Mahendra. Tahun 2019  Mahendra diganti oleh Ilyas.

Baca : Surat Merah Kejari Lidik RSUD Rupit Muratara

“kemungkinan Ilyas tahu adanya temuan BPK tersebut”. Sementara, Saya sendiri baru bertugas tiga (3) bulan di Dinkes Muratara jadi tidak tahu adanya LHP BPK, tutupnya.

LHP BPK menyebutkan “tidak dapat diyakini kewajaranya” ini berarti menunjukkan lemahnya sistem akuntansi dan pelaporan pengelolaan pendapatan dan belanja daerah. Ini tanggungjawab Kepala Daerah akibat lemah nya Sistem Pengendalian Intern (SPI).

Tidak dapat diyakini kewajarannya dapat diartikan bahwa adanya kecurangan yang dilakukan pejabat pelaksana dalam hal pelaporan untuk mengelabui petugas audit.

“ini bentuk kecurangan yang dapat menyebabkan kerugian daerah atau potensi kerugian daerah”. Kecurangan pelaporan  dapat diartikan juga sebagai suatu perbuatan melawan hukum, baik sengaja maupun lalai atas kewajaran penyajian laporan yang disampaikan kepada pengaudit resmi dalam hal ini BPK.

“Modus korupsi itu banyak, pangkalnya adalah kelemahan administrasi pelaporan yang disampaikan”, sebut Febri. (RB)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *