Referensinews.id – Pergeseran anggaran Enam organisasi perangkat daerah (OPD) pada Pemerintah Kabupaten Musirawas Utara (Muratara) tidak sesuai ketentuaan. Kepala Bidang (Kabid) Anggaran bersama Kepala Sub Bagian Penyusunan Program di Badan Keuangan Daerah (BKD) Muaratara, dalam pelaksanaannya tidak ada Evaluasi ke Organisasi Perangkat Daerah (OPD). Jumat (30/8).
Kepala Dinas Kesehatan Muratara dan Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Muratara, mengajukan usulan Nota dinas untuk pergeseraan anggaran kepada Bupati Muratara.
Dalam Notulen rapat, Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) hanya menyepakati pergeseraan anggaran untuk pembayaran hutang pihak ketiga pada Pembiyaan daerah. Namun Kedua OPD ini tidak diundang dalam rapat TAPD.
Pergeseraan anggaran tersebut, memunculkan permasalahan yang mengakibatkan Pertangunggjawaban APBD berpotensi tidak diterima DPRD Muratara, ini disebabkan pihak TAPD tidak mematuhi ketentuaan, tentang Pergeseran anggaran dimaksud.
Pergeseran anggaran mengakibatkan hilangnya Program dan Kegiatan di Tiga OPD senilai 8,4 milyar yang telah disusun dan direncanakan dimasing masing OPD. Sementara ada penambahan Program dan Kegiatan baru di Dua OPD senilai 16,2 milyar.
Selain itu, juga terdapat penambahan anggaran Program dan Kegiatan di Empat OPD senilai Rp 7,9 milyar, adapun dasar Pergeseran anggaran itu mengacu pada Peraturan Bupati (PERBUB) Muratara di Nomor: 79, Tanggal 14 November 2018.
Pergeseraan anggaran ini tidak sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri RI Nomor: 13 tahun 2006, bertentangan dengan Peraturan Bupati Muratara Nomor: 21 tahun 2018. Masyarakat pengamat kebijakan dan pengelolaan anggaran APBD Wilayah MLM, Taufik Gonda, menyebutkan, jika ada pergeseran anggaran tidak diketahui DPRD “itu melanggar hukum (Peraturan Daerah/Perda) dan tidak boleh ada pergeseran”. Kecuali ada hal-hal yang mendesak.
“Anggaran yang dibahas bersama antara pemerintah dan legislatif telah ditetapkan dalam Perda, jadi tidak boleh ada pergeseran, itu melanggar hukum. Kalau pun ada hal-hal yang mendesak dan perlu ada pergeseran maka harus sesuai prosedur dengan meminta persetujuan DPRD”, kata nya.
Dia menilai, pergeseran anggaran yang dilakukan secara sepihak, itu melanggar kesepakatan bersama. Karena produk APBD ditetapkan bersama antara pemerintah dan DPRD.
“DPRD punya hak pengawasan terhadap pelaksanaan keuangan daerah. DPRD bisa meminta penjelasan pemerintah atau mengembalikan anggaran yang digeser ke pos sebelumnya. Hak anggaran itu ada di DPRD. Semua produk hukum harus ikut prosedur dan ada persetujuan DPRD,” tegasnya.
Taufik Gonda, berkesimpulan, pengalihan penggunaan anggaran dilakukan sesuai prosedur tidak termasuk dalam tindak pidana korupsi. Namun jika pengalihan tersebut memiliki unsur memperkaya diri sendiri atau orang lain serta merugikan keuangan negara dan perekonomian negara. “Ini tindak pidana korupsi”, tegasnya.
Untuk melihat pergeseran anggaran ada unsur korupsi atau tidak bisa ditelusuri dari Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA). Berdasar temuan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Provinsi Sumatera selatan menyatakan menabrak aturan perundang-undangan. Disini pihak Tipikor bisa masuk untuk menelusuri.
“Yang dikejar oleh pihak hukum itukan motif, jika ada indikasi niat untuk korupsi maka bisa di jerat tidak perlu menunggu adanya OTT”, pintanya kepada APH. (RN)