Referensinews.id – Proyek dinding tebing KBM Rupit, Kelurahan Muara Rupit, Kecamatan Rupit, Kabupaten Musirawas Utara (Muratara) yang menghabiskan dana sebesar 500 juta dipertanyakan. Kamis (21/11)
Pasalnya, pemilik perusahaan pelaksana yakni CV Putri Aceh, Ulfa mengakui bahwasanya bukan dirinya lah yang mengerjakan proyek tersebut melainkan orang lain yang meminjam perusahaan nya.
“bukan kerjaan saya, orang Rupit yang mengerjakan, Saya lupa namanya.. Dia bisa pake CV lewat eman,” ujar nya melalui pesan WhatsApp.
Melihat fenomena ini, Febri HR salah satu pemuda yang sering menyuarakan anti korupsi mengatakan bahwasanya pinjam bendera atau pinjam nama perusahaan merupakan tindakan ilegal.
Karena peserta lelang terkait penyedia barang dan jasa wajib memenuhi persyaratan antara lain memiliki keahlian, pengalaman, kemampuan tekhnis dan manajerial untuk menyediakan barang/jasa (Perpres 54 tahun 2010 pasal 19 ayat 1b) dan penyedia barang/jasa dilarang mengalihkan pelaksanaan pekerjaan utama berdasarkan kontrak dengan melakukan subkontrak kepada pihak lain, kecuali sebagian pekerjaan utama kepada penyedia barang/jasa spesialis (Perpres 54 tahun 2010 pasal 87 ayat 3).
Hal yang perlu diantisipasi adalah, jika si peminjam nama perusahaan melakukan wanprestasi atau ingkar janji terkait penyerahan barang atau jasa kepada pejabat pengadaan, karena bisa saja si peminjam nama perusahaan mengelak dari permintaan penyedia jasa yang dipinjam untuk bertanggung jawab atas kualitas hasil pekerjaannya karena tidak ada hal yang dapat membuktikan bahwa pihak peminjamlah yang bertindak sebagai pelaksana.
“Dalam konsep perjanjian kita temukan asas kepribadian, yaitu asas yang menentukan bahwa seseorang yang akan melakukan dan atau membuat kontrak hanya untuk kepentingan perseorangan saja”, sebutnya.
Hal ini dapat dilihat dalam Pasal 1315 dan Pasal 1340 KUHPerdata. Pasal 1315 KUHPerdata berbunyi: “Pada umumnya seseorang tidak dapat mengadakan perikatan atau perjanjian selain untuk dirinya sendiri.
”Intinya seseorang yang mengadakan perjanjian hanya untuk kepentingan sendiri”, ujar nya.
Pasal 1340 Perdata berbunyi: “Perjanjian hanya berlaku antara pihak yang membuatnya.” Maka berdasarkan ketentuan ini pihak pengguna anggaran yang di dalam kontrak diwakili oleh pejabat pembuat komitmen hanya bisa menuntut dan mempersalahkan perusahaan yang terikat kontrak pengadaan barang dan jasa yaitu perusahaan yang dipinjam namanya.
Jadi meminjamkan nama perusahaan mempunyai konsekuensi hukum yang cukup berat, baik itu menyangkut pengenaan pajak penghasilannya maupun terkait pelanggaran pelelangan yang dilakukan atas nama perusahaan kita sehingga nama perusahaan kita atau nama kita dimasukkan dalam daftar hitam (black list) dan tidak boleh ikut menjadi penyedia di pemerintah selama dua tahun.
Pinjam meminjam perusahaand apat dikatakan pelanggaran huku” persaingan usaha tidak sehat”, bahkan bisa didakwa kasus penipuan karena si penyelenggara lelang tidak diberitahu tentang persoalan strategi pinjam nama atau pinjam bendera perusahaan agar memenangkan lelang. (RN)